Minggu, 28 April 2013

KOMJEN SUSNO DUADJI

Disamping media diramaikan berita meninggalnya ustad gaul Jefry al Buchori alias UJ, tidak kalah ramainya dengan berita  mangkirnya Komjen Susno Duadji atas pangilan perintah untuk melaksanakan putusan kasasi MA. Susno diganjar hukuman penjara selama 3 tahun 9 bulan karena terbukti bersalah ketika menjabat sebagai Kapolda Jawa Barat terbukti menggelapkan dana pengamanan pilkada Jabar dan keterlibatannya dengan PT Arwana Lestari. Kasus ini tidak akan muncul kalaulah Susno tidak mengungkit internal kasus di intansi Kepolisian. Konon di Mabes Polri ada Markus alias makelar kasus, hal lain tidak kalah menarik adalah ketika melansir istilah yang dikonotasikan buruk antara instansi kejaksaan dengan instansi kepolisian yaitu munculnya istilah "Cicak lawan Buaya". Siapa yang cicak dan siapa yang buaya tidak menjadi penting untuk dibahas, yang jelas istilah itu membuat panas dingin oleh kedua pejabat tinggi di instansi itu, karena bersamaan waktunya dengan kasus besar yang sedang ditangani antara lain; kasus besar Bank Century, kasus suap Anggodo, kaus mafia pajak Gayus dan mungkin ada kasus besar lainnya yang hendak dibidik. 
Sebagai Kepala Bareskrim yang berkompeten menangani kasus kasur besar ini, sedianya ingin mengangkat kasus kasus besar yang ada di internal organisasi,  sampai disebutnya sebagai mafia kasus, ya  waktu itu Susno dikenal sebagi westle blower. Kasus kasus besar tak tuntas diberantas dan berujung di pengadilan malah Susno dijerat dengan kejahatan korupsi.
Pertanyaan. Siapa yang mengadukan Susno melakukan penggelapan dana Pilkada Jabar atau gratifikasi dari PT Arwana Lestari waktu?, masa iya Pemprop Jabar yang mengadukan atau PT Arwana?, yang jelas ada (file/buku inting2/mapping/tumpukan map sewaktu bisa dibuka/ tentu bukan filenya pak susno saja) bukti yang cukup penyidik atau polisi untuk membidik Susno dan terbukti di pengadilan.
Kasus susno mengingatkan saya tentang fisafat jawa yaitu : " Mendem jero mikul duwur", atau "keladuk wani kurang dugo"/kebat kliwat. gak empan nggowo papan. Apalagi cintra di instansi kepolisian dan pemerintah pada umumnya korupsi dan teman teman sejawatnya  sudah dikesankan sebagai budaya kolegial dan masif.
Siapapun yang tidak sejalan dengan kebijakan, tak sulit untuk dbidik melakukan tindak kejahatan korupsi, kolusi daan nepotisme. 
Mungkin yang lebih tepat diperlukan pemimpin yang tidak hanya sekedar mereformasi birokrasi atau merestorasi birokrasi tetapi lebih dari itu diperlukan pemimpin yang mampu merevolosi birokrasi.
Lagi lagi politik dan hukum memang seiring dan sejalan toh keduanya biasa diajak kolusi keilmuan dan praktek dilapangan.

Salam satu Jiwa
genaro ngalam.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar