Mark Up harga tiket dan perjalanan Dinas bodong alias fiktif.
Kata dan istilah perjalanan Dinas menjadi populer ketika marak adanya kasus korupsi dengan modus menggunakan uang perjalanan Dinas sebagai obyek korupsi, BPK dan KPK melansir ada 2 (dua) modus utama, yaitu Mark Up harga tiket dan perjalanan Dinas bodong alias fiktif.
Mark Up tiket dan menggunakan perjalanan Dinas fiktif, cara yang paling mudah untuk mensiasati kebijakan pemerintah tentang standardisasi biaya perjalanan Dinas. Dengan pertimbangan rencana
anggaran kebutuhannya telah disusun tahun sebelumnya dan fluktuasi harga tarif penerbangan serta permintaan konsumen/musiman, maka standardisasi biaya tiket disesuaikan dengan harga maksimal, seperti tarif penerbangan Garuda, contohnya untuk penerbangan Surabaya Jakarta pulang pergi dianggarkan sebesar Rp. 4.000.000,- ( Empat Juta Rupiah ). Artinya untuk penerbangan Surabaya Jakarta disediakan plafon anggaran tetinggi sebesar itu. Memang pada penerbangan normal ketersediaan anggaran seperti itu lebih dari cukup, apalagi menggunakan pesawat selain Garuda Indonesia akan jauh lebih murah, tetapi bila musim liburan tiba, hari sabtu, minggu, musim liburan sekolah, masa lebaran, musim hari natal dan tahun baru kadang kadang plafon anggaran seperti itu jadi tidak cukup untuk membiayai perjalanan Dinas. Dengan memanfaatkan fluktuasi dan perbedaan dan perubahan tarif tiap- tiap perusahaan penerbangan serta memanfaatkan agen penerbangan/travel, kreator pelaku korupsi memanfaatkan kesempatan ini. Sementara seseorang yang telah ditunjuk (PNS, Pegawai Tidak Tetap, Pejabat Negara) untuk melakukan perjalanan Dinas Jabatan, diminta bukti Lembar SPPD telah ditanda tangani dan cap stempel oleh pejabat pada instansi yang dituju; laporan perjalanan Dinas; Lembar tiket asli; Kuitansi pembelian dan Bording pass. Dari bukti perjalanan Dinas inilah para kreator pelaku korupsi memanipulasi dan mensiasati bukti sebagai pertanggung-jawaban administrasi keuangan, dengan cara; kerja sama dengan pihak agen perjalanan /travel untuk dibuatkan bukti kuitansi pembelian tiket dengan harga mendekati plafon anggaran dan membeli kartu boarding pass seolah seseorang telah melakukan perjalanan Dinas. Dengan cara inilah korupsi perjalanan Dinas dapat dilakukan bahkan tidak sekedar Mark Up tetapi menggunakan perjalanan fiktif.
Mark Up tiket dan menggunakan perjalanan Dinas fiktif, cara yang paling mudah untuk mensiasati kebijakan pemerintah tentang standardisasi biaya perjalanan Dinas. Dengan pertimbangan rencana
![]() |
adaptasi dari robbi gandamana |
Melihat berbagai kecurangan oknum pejabat/PNS/Pejabat Negara ini, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 45/KMP/2007 meminta bukti harga tiket harus sesuai dengan harga tiket penerbangan yang dipublish saat itu dan kode bording pass harus sesuai dengan kode booking yang tertera dalam tiket. untuk penerbangan non Garuda Indonesia sepertinya pihak travel / agen perjalanan tidak terlalu sulit untuk memenuhi permintaan ini.
Sebab persoalannya agen penerbangan /travel tidak hanya melayani instansi pemerintah saja, sehingga berlaku hukum pasar, dengan menaikan harga jual tiket karena kelangkaan, atau mendesaknya waktu pemesanan tidak memerlukan persetujuan konsumen atau instansi, lebih baik dijual ke konsumen yang membeli harga tinggi.
Terakhir dengan berlakunya ketentuan Menteri Keuangan Nomer 113.KMP.2012 yang salah satunya mengatur perjalanan Dinas Jabatan ini apa masih mungkin seseorang melakukan korupsi???
Kita Tunggu,
soeroto1@yahoo.com
Terakhir dengan berlakunya ketentuan Menteri Keuangan Nomer 113.KMP.2012 yang salah satunya mengatur perjalanan Dinas Jabatan ini apa masih mungkin seseorang melakukan korupsi???
Kita Tunggu,
soeroto1@yahoo.com
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar